Dunia usaha terguncang dengan lahirnya era baru, yaitu era Disrupsi. Taksi konvensional dan ojeg konvensional berguguran terlindas oleh Taksi dan ojeg on line. Hotel dan penginapan konvensional kalah bersaing dengan Booking.com, AirBnB, Traveloka yang tidak memiliki satu pun gedung hotel dan penginapan, tetapi memiliki ratusan ribu mitra yang menyewakan kamar, rumah, kantor bahkan mobil caravan untuk penginapan dari jutaan orang di seluruh dunia. Tak ketinggalan dunia keuangan mikro pun saat ini terancam dengan lahirnya Financial Technology, suatu jelmaan lembaga keuangan yang menggunakan teknologi untuk memasarkan jasa keuangan dengan biaya yang sangat efisien dan saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Apa itu Disrupsi ? apa kaitannya dengan Sharing economy ? bagaimana pengaruhnya terhadap keuangan mikro ? apa yang harus kita lakukan ?, berbagai pertanyaan tersebut akan coba kita bahas dalam tulisan yang sederhana ini dengan berdasarkan pengetahuan kami yang terbatas.
Disrupsi adalah sebuah perubahan fundamental cara orang berbisnis, sehingga cara-cara lama (konvensional) menjadi sedemikian usang dan ketinggalan jaman. Dulu orang menggunakan mesin tik untuk membuat dokumen, dengan kehadiran pengolah kata (word processing) pada komputer (bahkan pada smart phone dalam genggaman), maka mesin tik menjadi usang. Saat ini akan menjadi sangat aneh kalo masih ada orang yang masih menggunakan mesin tik untuk membuat dokumen. Komputer dan Teknologi Informasi berkonvergensi sehingga merubah cara orang berkomunikasi, berbisnis, beraktivitas sosial, belajar dan aspek kehidupan lainnya. Saat ini kita akan disebut ketinggalan jaman bila tidak memliki smart phone, email, whatsapp, facebook dan aplikasi ICT (Information and Communication Technology) dll.
Keberadaan ICT juga mengubah orang berbisnis secara fundamental. Dengan dibangunnya platform seperti Google, Youtube, AirBnB, Whatsapp dll. Platform berasal dari bahasa inggris yang artinya panggung. Panggung yang menyediakan media orang untuk menunjukkan karyanya dan menjualnya kepada konsumen. Contoh youtube, sebuah platform berbagi konten video yang dapat dilihat oleh jutaan orang di dunia. Orang yang membuat video (content creator) siapa saja dan gratis, youtube akan menjual data penonton video kepada perusahaan sesuai segmen pasar yang akan dibidik, dan itu adalah bisnis miliaran dollar. Content creator nya sendiri bahkan mampu menghasilkan uang miliaran rupiah dengan syarat memiliki subsriber dan penonton yang banyak.
Fenomena platform yang gratis bagi siapapun ini lah salah satu contoh sharing economy, tidak mesti semua orang memiliki platform, infrastruktur teknologi (server, jaringan dll). Namun semua orang dapat memanfaatkan platform tersebut baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen. Contoh sharing economy yang sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari adalah masjid. Tidak mesti semua orang memiliki masjid, cukup satu masjid untuk satu RW atau satu kelurahan, tetapi masjid dapat dimanfaatkan banyak orang untuk melakukan berbagai macam aktivitas seperti ibadah, berbagi air bersih (satu pompa air untuk semua warga), madrasah (sekolah agama), bahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi saat ini banyak didirikan koperasi masjid atau toko masjid.
Sharing ekonomy adalah kebalikan dari owning economy. Dalam owning economy orang didorong untuk berlomba-lomba memiliki sumber daya hanya untuk dirinya. Hal ini menyebabkan owning economy akan membuat ekonomi menjadi jauh tidak efisien dibanding sharing economy. Dengan sharing ekonomy sumberdaya akan dimanfaatkan oleh banyak orang sehingga per unit cost-nya akan menjadi jauh lebih murah. Pengusaha transportasi on line tidak perlu memiliki mobil, pool, bengkel dll untuk menjalankan bisnisnya. Mereka hanya perlu mitra pemilik mobil, platform dan aplikasi serta investor yang mau berkorban (baca = membakar uang) selama masa start-up bisnisnya, untuk membangun suatu ekosistem penjual, pembeli dan penyedia platform.
Disrupsi juga berpengaruh terhadap bisnis jasa keuangan termasuk keuangan mikro. Saat ini fintech yang telah merambah ke pelosok-pelosok kota dan desa menggarap konsumen khususnya usaha mikro. Mereka membuat platform dimana penjual (orang yang butuh dana) dan pembeli (orang yang berinvestasi) bertemu. Mereka tidak perlu gedung yang megah, SDM yang banyak, dan bahkan ijin operasionalnya pun wallahu a’lam.
Namun demikian, sangatlah naif kalo kita mengabaikan perubahan ini, atau bahkan menentang arus perubahan ini. Karena walau bagaimanapun perubahan itu sudah terjadi dan kalo kita tidak mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut, bisa jadi kita (baca : KSPPS BMT itQan) akan kalah bersaing.
Kita perlu arif dan bijaksana menghadapi era disrupsi ini dengan mencoba memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa hal yang dapat kita lakukan 1. Adanya fintech bisa kita manfaatkan untuk sumber dana, karena walau bagaimanapun mereka butuh lembaga keuangan agar lebih masif dalam pemasarannya.
2. Kita adalah koperasi, sebuah badan usaha yang mempunyai semangat sharing economy dari awal pendiriannya, kita bisa promosi kan lembaga kita sehingga lebih banyak yang berinvestasi di koperasi kita dan juga memanfaatkan semua jasa keuangan (simpanan, pembiayaan, jasa pembayaran, asuransi dll)
3. Dengan adanya itQan Mobile, kita bisa memanfaatkan aplikasi tersebut untuk melakukan segala transaksi dengan non tunai, sehingga uang tidak akan keluar dari sistem keuangan koperasi kita
4. Kita bisa bangun platform yang mempertemukan penjual dan pembeli dengan aplikasi sebagai media penghubung. Jadikan Gerakan Utamakan Produk
Anggota itQan (GUPAI) sebagai spirit untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan anggota
5. Dengan langkah mendirikan perusahaan teknologi berkolaborasi dengan USSI (USSI itQan Tekno Solusi), kita bisa menyatukan lembaga keuangan mikro untuk memanfaatkan platform USSI.Dengan semangat sharing economy, ribuan lembaga keuangan mikro yang menggunakan core system USSI bisa saling berbagi jasa keuangan baik simpanan, pembiayaan dan jasa pembayaran.
6. Branchless Banking yang kita miliki saat ini bisa dikembangkan menjadi Gerai itQan yang mampu meningkatkan jangkauan layanan, tanpa perlu membuka cabang.
7. Bank Mini Sekolah juga bisa menjadi alat untuk menjangkau lembaga pendidikan yang sangat potensial untuk menjadi anggota KSPPS BMT itQan dari sisi pembiayaan, simpanan dan jasa keuangan lainnya.
Dan masih banyak lagi yang dapat kita lakukan untuk memanfaatkan sumberdaya yang kita miliki menjadi alat untuk berbagi dengan orang dan lembaga lainnya sehingga, manfaat sumberdaya tersebut bisa jauh lebih optimal. Server, jaringan, perusahaan IT, dan sumberdaya lainnya yang itQan miliki saat ini bisa dimanfaatkan oleh sebanyak-banyak umat dan anggota. Itulah yang dinamakan Barokah, Ziyadatul Khair, bertambah-tambah kebaikan.
Disusun Oleh:
Adhy Suryadi
Ketua KSPPS BMT itQan,
Praktisi,
Trainer dan konsultan keuangan mikro dan koperasi
Jangka Waktu | Nisbah | Eq.Rate/per tahun |
---|---|---|
3 | 14% | 7% |
6 | 16% | 8% |
12 | 19% | 10% |
24 | 20% | 12% |
Jl Padasuka No. 160, RT 02 RW 03, Kelurahan Pasir Layung, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kotamadya Bandung